Bersama Ferry Djajaprana
Berbicara tentang menulis dan blogging, sudah bukan dunia
yang asing bagi saya. Mulai mencinta kegiatan tulis-menulis sejak kelas 5 SD,
saya menemukan kesulitan untuk bertemu dan bercengkrama dengan 'teman-teman
senasib' yang bisa diartikan sebagai alien pula. Betapa tidak, saya sudah
menemui manusia tak terhitung yang mengernyit, terkagum-kagum atau terbahak
ketika saya bilang hobi saya adalah menulis. Mereka merasa, hobi ini kurang
beken, tidak seperti olahraga tertentu, nge-mall, nongki-nongki (which is saya
juga suka sih, haha) atau belanja (nah, yang ini apalagi!). #gagalfokus
Belum lagi ketika ditanya dengan pertanyaan mainstream,
"Apa cita-citamu?" yang sudah berani saya jawab dengan, "Jadi penulis."
Saya bisa melihat apa yang terpampang di jidat mereka: alien.
Mungkin saja, ini semua hanya delusi yang keterlaluan,
sebenarnya banyak sekali 'teman sejenis' di luar sana , saya bukanlah satu-satunya alien yang
sok eksklusif. Untungnya, itu semua terjawab ketika saya iseng-iseng mendaftar
acara Sunday Sharing yang saya ketemukan di timeline twitter saya. Berangkatlah
saya sendirian pada minggu pagi, dengan harapan yang sederhana: menemukan ilmu
baru. (dikira dunia persilatan apa, haha!). Tak lupa, saya membawa satu kopi
novel saya yang baru saja diterbitkan indie oleh Nulisbuku. Alasan yang
sederhana pula, memberi sedikit kontribusi pada komunitas baru yang entah
wujudnya seperti apa ini. Hehe.
Ferry Djajaprana, hypnotherapist yang mengajarkan hypno-writing
Here is it. Topik Sunday Sharing ini cukup menarik, terbukti
dari animo peserta yang membludak dalam satu ruangan meeting di kantor Detik.
Beliau adalah Ferry Djajaprana, yang membukakan cakrawala pengetahuan kami
mengenai dunia kepenulisan dari sisi lain: menulis untuk penyembuhan
psikologis, dan dengan kata lain juga memicu produktivitas kami untuk
menghasilkan tulisan yang lebih bermakna. Ada
satu hal yang paling 'nyantol' sampai sekarang, yang sulit terlupa. Pak Ferry
menyatakan:
"Kebanyakan penulis itu pada dasarnya perfeksionis,
oleh karena itulah mereka sulit melahirkan karya. Seringkali terbentur writer's
block. Tulislah, tanpa mikir; tanpa me-revisi sebelum selesai. Anda tidak
menulis untuk mengedit. Tulislah dengan kualitas tulisan sampah."
Thanks, Pak Ferry. It means a lot. I can write without any
burdens now, so free. And i know, i can let my writings be, and having my
editing-time on the proper time too.
WHAT MAKES ME LOOOOOVE THIS
#SUNDAYSHARING:
pembacaan puisi oleh rekan PEDAS.
should be more dramatic than the picture:
lampu-lampu yang dimatikan, suara lantang yang membelah
hening.
Saya terpukau dengan aksi sebelum sharing dimulai: pembacaan
puisi oleh anggota komunitas PEDAS (Penulis dan Sastra) dalam rangka memperingati
hari Sumpah Pemuda. Memang, sayup-sayup saya sudah mendengar gladi bersih
mereka yang barusan dilakukan (beberapa menit sebelum tampil), tapi jujur...
saya suka dengan performance mereka. Chemistry-nya dapet banget, klik banget,
dan masing-masing pembaca puisi punya kekhasan masing-masing. Cukup menghibur
dan menggemuruhkan tepuk tangan para peserta, salute!
ilmu gratis + lunch gratis + teman baru!
Kekhawatiran akan tidak bisa dapat teman baru seketika buyar
setelah makan siang, karena walaupun peserta di sana rata-rata adalah para
'sesepuh,' namun mereka sama sekali tidak sombong dan rajin menabung pulak--eh
tidak ding, rajin memberi buku dan merchandise! Terbukti dengan kuis yang
banjir hadiah dan banjir 'penjawab' di sela-sela acara. Interaktif yang akrab!
sesi hipnoterapi
Last but not least tentang Sunday Sharing #10, sela-sela
tertidur sambil dicekokin afirmasi positif dari pembicara. Bangun dengan
perasaan lebih segar, dan siap menulissss.
EH, EH. TERNYATA
TIDAK HANYA JADI TAMU.
Saya rasa semua 'kebetulan' ini dimulai semenjak saya
menyerahkan novel saya sebagai merchandise kepada Ketua Kelas Sunday Sharing
#10 sekaligus pemimpin PEDAS, Mbak Elisa Koraag. Sudah merupakan tradisi, bahwa
event yang terselenggara tiap bulan ini akan dikelola secara estafet pula,
dengan pemilihan Ketua & Wakil Ketua Kelas yang baru tiap bulannya. Awalnya
saya pikir, Mbak Elisa akan menunjuk salah seorang temannya dan kemudian heboh
sana-sini, eh ternyata... ada seorang Ibu yang belakangan diketahui akrab disapa
Bunda yang menawarkan diri menjadi Ketua Kelas. Terjadilah adegan
ngobrol-ngobrol di depan, sedangkan saya masih asik main hp di belakang. Eh,
eh, tiba-tiba nama saya dipanggil. Aye naon?
Ternyata saya diminta jadi Wakil Ketua Kelas.
Pupus sudah rencana saya untuk menjadi makhluk yang datang
dan lenyap di acara ini. Akhirnya, dengan tampang ngenes, agak malu-malu(in)
juga, saya pun maju ke depan. Cukup senang, dan deg-degan... yang terbayar
setelah foto bareng. Hehe.
Ketua & Wakil Ketua Kelas Sunday Sharing #10 & #11
Eittss.. Kejutan tidak berhenti sampai di sana sajaaaa. Kami juga diajak untuk
berkelana ke lantai 5, markas CNN Indonesia - dede barunya Detik.com yang baru
akan diresmikan pada keesokan harinya (tepat saat pelantikan Presiden Baru Indonesia , 20
Oktober 2014). Yap . Kami menjadi pengunjung
pertamax, gan!! Suasana kantor yang masih bau cat, grafiti pada dinding-dinding
kantor yang sangat 'lokal' dan menggemaskan! Ada
wayang, tukang jamu, becak, bajaj, daaaaan... barisan tokoh-tokoh populer Indonesia yang
'mengundang' kami untuk jepret-jepret.
Senja memisahkan kami semua, dipanggil pulang ke kandang
masing-masing. Tapi, keseruan tidak berhenti di sana saja. Saya masih punya kewajiban
mendatang, yaitu menyukseskan event Sunday Sharing #11 bersama Bunda Sitti
Rabiah, yang review nya bisa dibaca di sini.
Salam Blogger!
Nana Takizawa
(From Her fantastic blog, with thanks)
Label:
blogdetik, blogger, blogger indonesia, buku, cnn indonesia,
detik, detikcom, hipnowriting, jakarta, kantor cnn indonesia, kantor detik,
markas detik, menulis, review, sunday sharing, sunday sharing detik com, ferry
Djajaprana, verri JP MA, Thera Institute, The Thera Institute of Indonesia,