Kamis, 16 Agustus 2018

Menulis Resensi


TENTANG DAN TIPS
MENULIS RESENSI

Secara etimologi, resensi berasal dari bahasa latin, dari kata kerja “revidere” atau “recensere” yang memilik arti melihat kembali, menimbang atau menilai. Dalam bahasa Belanda dikenal dengan “recensie” sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “review”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), resensi adalah pertimbangan atau pembicaraan tentang buku; ulasan buku. Ada pula yang beranggapan bahwa resensi adalah ulasan/penilaian/ pembicaraan mengenai suatu karya baik itu buku, film, atau karya yang lain.

Tugas dari penulis resensi adalah memberikan gambaran secara garis besar kepada pembaca mengenai suatu karya baik itu film maupun buku agar dipertimbangkan untuk dibaca maupun ditonton. secara garis besar resensi diartikan sebagai kegiatan untuk mengulas atau menilai sebuah hasil karya baik itu berupa buku, novel, maupun film dengan cara memaparkan data-data, sinopsis, dan kritikan terhadap karya tersebut.

Tujuan Resensi

Adapun penulisan resensi ditujukan dengan maksud sebagai berikut:

1. Membantu pembaca mengetahui gambaran dan penilaian umum dari sebuah buku atau hasil karya lainnya secara ringkas.
2. Mengetahui kelebihan dan kelemahan buku yang diresensi.
3. Mengetahui latar belakang dan alasan buku tersebut diterbitkan.
4. Menguji kualitas buku dengan membandingkan terhadap karya dari penulis yang sama atau penulis lainnya.
5. Memberi masukan kepada penulis buku berupa kritik dan saran terhadap cara penulisan, isi, dan substansi buku

C. Jenis-jenis Resensi

Secara garis besar resensi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Resensi Informatif, yaitu resensi yang hanya menyampaikan isi dari resensi secara singkat dan umum dari keseluruhan isi buku.
2. Resensi Deskriptif, yaitu resensi yang membahas secara detail pada tiap bagian atau babnya.
3. Resensi Kritis, yaitu resensi yang berbentuk ulasan detail dengan metodologi ilmu pengetahuan tertentu. Isi dari resensi biasanya kritis dan objektif dalam menilai isi buku.
Namun, ketiga jenis resensi di atas tidak baku karena bisa saja dalam sebuah resensi ketiganya diterapkan secara bersamaan.

D. Unsur-unsur Resensi

Dalam membuat resensi, terdapat unsure-unsur yang harus dipenuhi agar resensi yang dibuat menjadi jelas dan berkualitas. Berikut ini adalah beberapa unsur yang harus ada dalam pembuatan resensi.

1. Judul resensi
Judul resensi harus memiliki keselarasan dengan isi resensi yang dibuat. Judul yang menarik juga akan memberi nilai lebih pada sebuah resensi.

2. Menyusun data buku
Penyusunan data buku dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Judul buku;
b. Pengarang;
c. Penerbit;
d. Tahun terbit beserta cetakannya;
e. Dimensi buku;
f. Harga buku.

3. Isi resensi buku
Isi resensi buku memuat tentang sinopsis, ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya, keunggulan dan kelemahan buku, rumusan kerangka buku dan penggunan bahasa.

4. Penutup resensi buku
Pada bagian penutup biasanya berisi alasan kenapa buku tersebut ditulis dan kepada siapa buku tersebut ditujukan.

E. Tahap Penulisan Resensi
Berikut ini akan dijelaskan tahap-tahap dalam penulisan sebuah resensi buku.

1. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini, hal yang perlu dilakukan antara lain: memilih jenis buku yang akan diresensi, buku tersebut adalah buku-buku baru, dan membuat anatomi buku.

2. Tahap Pengerjaan
a. Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting. Sebelum membuat resensi, bacalah terlebih dahulu buku yang akan diresensi hingga tuntas lalu mencatat kutipan dan kata-kata penting di dalamnya.

b. Membuat isi resensi, diantaranya:

Membuat informasi umum tentang buku yang diresensi.
Menentukan judul resensi.
Membuat ringkasan secara garis besar.
Memberikan penilaian buku.
Menonjolkan sisi lain dari buku yang diresensi.
Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
Penilaian dari segi kelengkapan karya, EYD dan sistematika resensi.

F. Tips Menulis Resensi
Berikut ini adalah tips dalam menulis resensi:

1. Cari dan tentukan buku baru nonfiksi yang akan dibuat resensi.

2. Catatlah identitas buku yang akan diresensi, seperti jenis buku, judul buku, nama pengarang, nama penerbit, tahun terbit, tahun cetak, jumlah halaman, jenis kertas dan harga buku.

3. Catat dan pahami tujuan dan latar belakang penulisan buku, dengan cara membaca kata pengantar atau pendahuluan buku. Buatlah daftar pokok-pokok isi buku secara keseluruhan.

4. Tentukan kelebihan dan kekurangan isi buku.

5. Tulis ringkasan materi dari buku yang dibuat resensi secara jelas dan sistematis.

6. Pada akhir resensi berilah saran dan kesimpulan, apakah buku yang kita resensi tersebut layak dibaca atau tidak.
(Sumber Jatikom.com)

Sumber https://www.jatikom.com/

Selasa, 07 Agustus 2018

7 Tip Menulis



7 TIP UNTUK MEREKA YANG SERING GAGAL DALAM MENULIS:

Berikut adalah jawaban spontan (berupa beberapa tip) kepada seorang sahabat yang menyatakan keinginannya untuk belajar kepadaku “tentang bagaimana cara membuka gembok yang selalu menghalangi realisasi hasrat ingin menulis, selalu saja muncul rasa malas mencurahkan apa yang kita ketahui”:

(1) pancangkan dulu apa niat kita.
(2) Pesan apa yang ingin disampaikan.
(3) tahu persis apa yang ingin dikatakan dan alasannya, mengapa? Apa kepentingannya.
(4) Tahu susunannya,
(5) yakin akan kebenaran dan manfaatnya, (6) tanamkan kecintaan atasnya dan
 (7) pasang tekad (azam) dan tawakkal kepada Allah!


Kamis, 07 Juni 2018

Seni Mengukir Kata



Bisakah “Kata” Diukir?
(Resensi Buku)
Judul : Seni Mengukir Kata: Kiat-Kiat Menulis Efektif-Kreatif
Penulis : Mulyadhi Kartanegara
Tahun terbit : 2005
Penerbit : Mizan Learning Center (MLC)
Tebal : 331 halaman


Buku ini mungkin akan membingungkan jika tanpa ada subjudul “Kiat-Kiat Menulis Efektif-Kreatif”. Permasalahannya, yakni bagaimana “kata” bisa diukir? Bukankah yang diukir itu misalnya kayu? Namun, itulah buku yang ditulis oleh Mulyadhi Kartanegara, seorang doktor filasat lulusan Universitas Chicago. Keunikan judul itu pula yang menjadi kekhasan sejumlah buku yang diterbitkan oleh Mizan Learning Center (MLC) mengenai kiat-kiat dalam menulis. Buku berbentuk saku ini diberi kata pengantar oleh Hernowo, seorang penulis yang juga banyak menulis tentang kiat-kiat menulis. Buku-bukunya juga banyak yang diterbitkan oleh MLC. Kiranya tepat juga yang dikatakan oleh Hernowo bahwa buku ini layak menjadi “bacaan wajib” para mahasiswa.
Selain judulnya yang unik, buku yang terdiri atas empat bab ini pun ditulis dengan cara yang unik. Penulisannya menggunakan gaya buku harian dengan kata ganti orang pertama “aku”, yakni penulis sendiri. Dengan format tersebut penulis bercerita pada pembaca tentang pengalamannya dalam menulis. Oleh karena itu, kita akan membaca sebuah buku harian tentang bagaimana pengalaman Mulyadhi dalam melahirkan karya-karyanya dalam berbagai bentuk tulisan. Gaya penulisan buku harian itu juga dipertegas dengan tidak adanya daftar pustaka dalam buku ini meskipun dalam bahasannya juga mengutip beberapa tokoh. Keunikan lain dari buku ini juga ditunjukkan dengan ilustrasi karikatur seorang laki-laki yang sedang mengukir atau memahat “kata”.
Di samping itu, fisik buku ini tergolong buku saku. Itu tampak dari ukuran buku yang lebih kecil daripada buku pada umumnya. Memang, sejumlah buku terbita MLC dirancang lebih ramping. Kemudian, jika melihat isi maka di halaman tertentu banyak kutipan yang merupakan inti dari apa yang ditulis. Kutipan-kutipan itu terpisah dari teks dan ukuran hurufnya pun lebih menonjol. Tentu ini memudahkan pembaca dalam memahami dan mengingat isi terpenting dari apa yang ditulis. Lagi pula, kutipan-kutipan tersebut cukup merangsang kegairahan dalam menulis.
Menulis sebagai seni mengawali bab pertama pada buku ini. Dalam hal ini seni menulis berarti kepiawaian seorang penulis dalam menghasilkan karya berwujud tulisan. Oleh karena itu, agar seorang penulis piawai dalam menulis maka perlu ditunjang oleh misalnya motivasi dalam menulis, peran konsentrasi, sampai pada kebebasan yang harus dimiliki oleh seorang penulis.
Memang, motivasi dalam menulis, peran konsentrasi, maupun kebebasan dalam menulis merupakan hal yang umum yang menjadi modal dalam menulis. Namun, isi dari buku ini sesungguhnya merupakan arah baru dalam bidang menulis. Berdasarkan pikiran penulisnya, tulisan ini ditulis dengan apa yang senyatanya daripada apa yang seharusnya. Oleh karena itu, buku ini cocok pula bagi penulis pemula.
Adapun buku ini sebetulnya ditulis dengan pendekatan ilmiah. Itu tampak dari latar belakang penulisnya yang juga bergelut di dunia akademis, terutama filsafat. Misalnya, jenis tulisan berupa tulisan reflektif, fiksi ilmiah, dan novel filosofis. Jenis-jenis tulisan itupun merupakan pengalaman penulis sendiri. Jadi, Mulyadhi sendiri juga telah menulis jenis tulisan reflektif.
Umumnya sebagian penulis pernah mengalami kegagalan maupun kepahitan dalam menulis. Misalnya, pernah ditolak oleh penerbit sampai beberapa kali, bahkan sampai puluhan kali. Namun, itu rupanya tidak begitu diceritakan dalam buku ini. Dalam perjalanan kepenulisannya, tampaknya penulisnya tidak mengalami kendala yang berarti. Hanya diceritakan secara sedikit bahwa Mulyadhi pernah mengalami krisis kepercayaan saat mengerjakan skripsi (halaman 305), maupun menyangkut pemikiran sejumlah tokoh seperti Sigmund Freud maupun Darwin (halaman 272). Itu pun masih terkait dengan kajian filsafat yang didalami oleh penulis.
Pendekatan ilmiah itu masih dilanjutkan di bab 3, yakni seputar tulisan ilmiah. Misalnya di bab tersebut ditulis tentang risalah, skripsi, tesis master, disertasi, dan artikel ilmiah. Bab ketiga ini mulai berisi uraian untuk kalangan terbatas, seperti kalangan mahasiswa. Sekali lagi, kiranya masih jarang buku yang mengupas tentang bagaimana cara menulis, sekaligus penulis telah mengalami sendiri. Dalam kaitan ini, Mulyadhi juga telah membuat risalah, skripsi, tesis master, disertasi, dan artikel ilmiah. Oleh karena itu, contoh tulisan dalam buku ini pun selain termasuk fiksi, juga ada karya nonfiksi.
Kemudian, proses pengalaman dalam membuat jenis karya ilmiah itu diceritakan dalam buku ini. Misalnya, dikatakan “metode penyajian buku ini...naratif, yang di dalamnya aku pada dasarnya akan bercerita tentang berbagai pengalamanku dalam menulis.” Terkait dengan proses pengalaman tersebut, proses menulis pun tidak cukup satu atau dua hari saja. Dengan kata lain, prosesnya menulis perlu diasah secara terus menerus. Meskipun Mulyadhi tidak menyatakan secara tersurat bahwa proses menulis itu memerlukan waktu yang panjang, tetapi dalam karya tulisnya telah menunjukkan hal itu.
Satu hal yang juga dapat dicatat dari buku ini adalah keislamannya. Beberapa contoh jenis tulisan seperti skripsi juga tergolong dalam karya keislaman. Tentu saja itu tidak terlepas dari latar belakang pendidikan keislaman. Misalnya, salah satu karyanya yang juga dijadikan contoh, yaitu ilustrasi cover buku berjudul Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam (halaman 145). Sebagai seorang penulis, Mulyadhi pun tergolong penulis produktif. Di lampiran, misalnya dalam waktu satu tahun, 2004, Mulyadhi dapat menghasilkan beberapa karya tulis, khususnya yang ilmiah.
Sebetulnya Mulyadhi pada contoh jenis tulisannya tidak hanya berbicara keislaman. Namun, juga lebih kontemporer. Itu terlihat dari sejumlah tokoh yang juga dikutip seperti Socrates (halaman 199). Pandangan kontemporer ini pun juga tak terlepas dari karekter kajian filsafat yang lebih mencari satu muara dari setiap pemikiran. Jadi, dalam buku ini juga terkandung maksud bahwa tidak ada pertentangan yang berarti antara filsafat barat dan Islam.
Di akhir bab, yakni bab keempat, diuraikan beberapa hal untuk memupuk tradisi menulis. Misalnya, peran membaca, seputar inspirasi dalam menulis, dan mengenai tulisan yang autentik. Pada dasarnya bab keempat ini merupakan lanjutan dari bab pertama. Berkaitan dengan itu, mereka yang sedang menggali potensi menulisnya, jika membaca buku ini maka akan menjadi bagian yang dari apa yang ditulis oleh Mulyadhi.

Puguh Utomo
Alumnus Prodi Sosiologi
FISIP, Universitas Jember